Wednesday, December 20, 2017

Ketua DPD I Golkar Maluku Minta Raja Refitalisasi Nilai Kearifan Lokal

MALUKU - Revitalisasi kearifan lokal dalam panas pela ini, merupakan upaya kita untuk mentransformasikan nilai-nilai kearifan lokal, khususnya kesadaran hidup orang basudara dalam menghadapi dinamika masyarakat yang makin multikultural dewasa ini,ujar Assagaff. Para Raja diminta agar kembali melakukan revitalisasi nilai-nilai kearifan lokal sebagai modal sosial kultural. Demikian disampaikan  Gubernur Maluku Said Assagaff  dalam sambutan tertulisnya, dibacakan Staf Ahli Gubernur Maluku Bidang Pembangunan, Ekonomi dan Keuangan Ronny Sam Wolter Tairas, pada acara Panas Pela Nalahia dan Waraka yang berlangsung di Nalahia.
Pada acara yang juga ditandai Peresmian Monumen Pela Darah, Assagaff menyampaikan  ikatan Pela sebagai identitas masyarakat Maluku yang khas, sesungguhnya telah menyuguhkan sebuah tingkat keadaban yang tinggi dalam pertalian sejati hidup orang basudara, sebagaimana ungkapan luhur katong samua, yaitu potong di kuku rasa di daging, ale rasa beta rasa, sagu salempeng dibagi dua. Untuk itu, dirinya meminta para Raja Latupati, untuk kembali melakukan revitalisasi nilai-nilai kearifan lokal sebagai modal sosial kultural dalam rangka membangun Maluku yang rukun, religius, damai, sejahtera, aman, berkualitas dan demonstratis dijiwai semangat siwalima berbasis kepulauan secara berkelanjutan.
Tak lupa, Gubernur Assagaff mengajak seluruh masyarakat kedua negeri untuk mengingat pesan para moyang-moyang dan datuk-datuk, jang langgar dong pung janji. Sei Hari Hatu, Hatu Hari Esepany (Siapa Balik Batu, Batu Balik Tindis Dia). Kuatkanlah ikatan pela ini wahai saudara-saudaraku dari Nalahia dan Waraka atau samua basudara pela, gandong, Wari wa, yang ada di kabupaten ini, seperti janji para leluhur di Nunusaku, yaitu Nunu Pari Hatu, Hatu Pari Nunu (Persatuan atau persaudaraan itu laksana pohon beringin yang melingkari batu karang dan batu karang melingkari pohon beringin Ujar Assagaff mengingatkan.
Sementara itu, Bupati Maluku Tengah (Malteng) Tuasikal Abua dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Asisten I bidang Pemerintahan dan Pembangunan Pemkab Malteng Wem Istia mengatakan, panas pela Nalahia Waraka bukan sekedar ekspresi seromonial acara adat. Lebih dari itu, acara adat ini memberikan kesan moral kultural dan religius yang sangat bermakna, yang harus dipertahankan oleh masyarakat, tentang nilai kasih, menyayanggi, serta adat istiadat sebagai modal sosial dalam mewujudkan kedamaian dan kesejahteraan hidup bersama.

Menurutnya, panas pela merupakan warisan berharga, sekaligus sebagai tanda pengingat kepada generasi penerus, bahwa kita memiliki warisan identitas budaya yang patut dibanggakan dengan tidak melupakan asal usul. “Panas pela Nalahia dan Waraka yang baru kembali digelar setelah lima tahun ini, memungkinkan masyarakat kedua negeri kembali dipertemukan dalam ritual adat panas pela Risapori Henalatu dan Paisine Yamalatu” Ungkapnya.

No comments:

Post a Comment